1. Desa
Pertima (Kabupaten Karangasem)
Desa
Pertima sebelum tahun 1989 adalah merupakan bagian dari Desa Bugbug, yang
mewilayahi 17 (tujuh belas) Br.Dinas yang berada di 4
( empat)
Desa Adat yaitu :
b. Desa
Adat Perasi mewilayahi 3 Br.Dinas
c. Desa
Adat Timbrah mewilayahi 4 Br.Dinas
d. Desa
Adat Asak mewilayahi 2 Br.Dinas
Mengingat dengan tuntutan
pelayanan masyarakat dan luasnya wilayah Desa Bugbug maka pada tahun 1988, atas
prakarsa tokoh masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Desa seperti LMD, LKMD
disepakati demi pemerataan pelayanan masyarakat, maka Desa Bugbug disepakati
dimekarkan menjadi 2 ( dua ) Desa Dinas yaitu :
a.
Desa Bugbug yaitu mewilayahi Desa Adat Bugbug dengan 8 Br. Dinas.
b.
Desa Pertima yaitu mewilayahi 3 ( tiga ) Desa Adat (Desa Adat
Perasi,Timbrah dan Asak ) dengan 9 Br. Dinas.
Dan kata Pertima adalah
merupakan pencairan dari Desa Adat yang disingkat, yang kepanjangannya Per = Perasi, Tim = Timbrah, dan A = Asak.
Disamping pencairan tersebut diatas, juga mengandung kata yang sakral yaitu
Pretima yang merupakan barang tak terhitung nilainya karena kesakralannya, yang
merupakan perwujudan keyakinan Umat Hindu untuk mendekatkan diri kehadapan
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ada hal menarik dari desa ini
yaitu adanya upacara adat yang disebut dengan Usaba. Ada dua jenis usaba yang
dilaksanakan dari desa ini yaitu Usaba Sumbu dan Usaba Guling.
Usaba Sumbu
Sumbu merupakan sebuah poros (pusat). Poros
atau sumber kehidupan untuk mencapai sunia (kedekatan dengan
Tuhan). Dari beberapa literatur penelitian berbagai kalangan menyebutkan, Usaba
Sumbu di gelar sebagai penyambutan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan sarana
upacara tiang lurus yang dihiasi berbagai perlengkapan yang kemudian disebut
Sumbu. Bentuknya bersusun mengerucut. Pada bagian paling atas terdapat manuk dewata yang dipercaya membawa amanah dari persembahan warga.
Persembahan tulus ikhlas, wujud bhakti warga yang ditujukan kepada tuhan
yang Maha Esa.
Sumbu di bangun setinggi sekitar 25 meter. Menurut Perbekel I Wayan Winda harga satu sumbu bisa menghabiskan biaya Rp. 15 juta karena satu sumbu di
bangun dengan banyak rangkaian seperti rerenteng, bungan langkuas,
reringgitan naga sari, wayang dsb, yang rangkaiannya
sangat rumit.
Dalam proses nyujukan (mendirikan-red) sumbu,
sebelumnya dilakukan ritual nyulubin sumbu. Saat itu, sumbu
didirikan di tempat bebas, gadis yang mendapatayahan sumbu dengan
menggunakan pakaian adat rejang sederhana, masuk pada pangkal sumbu. Sumbu lalu
di putar – putar oleh truna adat. Dari ritual itu, sejumlah warga mengatakan
hal itu diibaratkan sebagai peristiwa pemutaran gunung Mandara Giri dengan
Sumbu dilambangkan sebagai Buana Agung. Pemutaran dilakukan oleh truna adat,
karena di percaya truna adat dalam usia yang masih remaja masih melekat sifat –
sifat ke-raksaaan. Sesuai dengan cerita itu, bahwa pemutaran Gunung Mandara
Giri dilakukan oleh raksasa.
Dalam cerita pemutaran gunung Mandara Giri, diceritakan saat
lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar.
Racun tersebut diceritakan dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa
kemudian meminum racun tersebut, maka lehernya menjadi biru. Setelah itu,
berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun bermunculan, diantaranya, Sura,
Dewi yang menciptakan minuman anggur, Apsara, kaum bidadari
kahyangan, Kostuba, permata yang paling berharga di dunia, Uccaihsrawa,
kuda para Dewa, Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan
keinginan, Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi, Airawata,
kendaraan Dewa Indra, dan Laksmi, Dewi keberuntungan dan
kemakmuran. Kemudian munculah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta
yang diceritakan bisa membuat hidup abadi para dewa.
Dari beberapa penglingsir desa yang di temui,
mereka sepakat mengatakan bahwa anak gadis yang mendapat ayahan sumbu,
melambangkan seorang dewi laksmi, yang dalam cerita itu adalah dewi pembawa
keberuntungan dan kemakmuran. Keberuntungan dan kemakmuran bagi keluarga dan
secara umum kepada desa adat. Di pilihnya seorang gadis dalam ayahan sumbu,
karena seorang gadis nantinya akan menjadi ibu. Ibu nantinya memiliki peran
besar dalam menjalankan roda kehidupan.
Setiap pelaksanaan usaba sumbu, desa adat melalui empat Pauman,
yakni Pauman Beji, Pauman Desa, Pauman Manak Yeh, dan Pauman Lambuan, menunjuk
masing –masing seorang gadis untuk mewakili masing – masing Pauman. Kecuali
Pauman Desa diwakili oleh dua orang gadis, karena Pauman ini warganya paling
banyak, dan menurut cerita leluhur merupakan warga wed (asli)
desa adat Timbrah. Dari lima gadis itu, tiga diantaranya ngayah pada usaba
kaja, dan sisanya ngayah pada usaba kelod.
Rangkaian Usaba Sumbu dilaksanakan dalam satu minggu. Diawali
dengan upacara melasti ke segara. Tiga hari kemudian
desa adat setempat menggelar puncak Usaba Sumbu Kaja. Persembahyangan
dilangsungkan tengah malam sekitar pukul 24.00 Wita. Keesokan harinya disebutpengajengan. Pada
hari ini dilaksanakan tabuh rah yang bertujuan untuk menyomyakan
butha kala. Setelah pengajengan disebut penyelagan.
Hari ini di pakai untuk mempersiapkan segala perlengkapan, seperti perlengkapan
upacara untuk di pakai pada Usaba Kelod. Setelah itu, hari
berikutnya, barulah Usaba Sumbu Kelod. Usaba Sumbu Kelod ditujukan kepada Ida
Betara Sri Rambut Sedana dengan mendirikan dua buah Sumbu, dan babi guling
Pada malam harinya dilaksanakan upacara ngundangin.
Upacara ini tergolong sakral, dengan pengucapan mantra – mantra oleh kelian
Daa dalam keadaankerauhan, yang di ikuti sorak sorai truna adat
agar mantra yang diucapkan tidak di dengar pihak lain. Bahkan warga yang
melakukan dokumentasi, dilarang pecalang setempat. Setelah itu, hari berikutnya
desa adat melakukan upacara penyineban sebagai akhir dari
rangkaian aci Usaba Sumbu.
Usaba Guling
Usaba Guling merupakan upacara yang dilaksanakan setiap tahun menurut perhitungan kalender
Hindu Bali, yaitu setiap 420 hari pada ”Sukra Pon Kewulu”.
Ngusaba Guling sama halnya Ngusaba di tempat lain di Bali. Yang di laksanakan
di masing masing Pura Dalem Desa Adat setempat. Yang membedakan adalah adanya
sarana upacara atau Banten setiap Kepala keluarga yang berada di wilayah desa Adat Timbrah itu sendiri.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar